Kematian Tragis Pria Berusia 50 Tahun di Korea Selatan Akibat Keterlambatan Perawatan Medis
Memo Bekasi – Pemerintah Korea Selatan mengonfirmasi kematian seorang pria berusia 50-an tahun yang meninggal dunia setelah mengalami keterlambatan dalam menerima perawatan medis. Kasus ini menjadi sorotan karena merupakan bagian dari rangkaian masalah yang dihadapi pasien-pasien lain yang juga ditolak oleh sejumlah rumah sakit akibat aksi mogok kerja tenaga medis.
Menurut laporan dari Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan, insiden tersebut terjadi pada 6 September. Petugas gawat darurat di Provinsi Gyeongsang Selatan menerima panggilan darurat sekitar pukul 03.28 dari seorang pria yang tinggal di Yeoncho-myeon, Kota Geoje, yang mengalami sakit perut dan muntah-muntah. Sebelumnya, pria tersebut telah mengunjungi instalasi gawat darurat di rumah sakit terdekat, di mana dia diperiksa oleh dokter yang mengatakan bahwa kondisi kesehatannya tidak serius.
Saat petugas medis darurat datang untuk menjemputnya, pria itu dalam keadaan sadar dan cukup kooperatif. Namun, saat diminta untuk dirawat, dia menghadapi kesulitan ketika 10 rumah sakit di kota-kota besar terdekat seperti Changwon, Jinju, dan Busan menolak untuk merawatnya. Situasi ini menunjukkan adanya kekurangan tenaga medis yang parah, yang disebabkan oleh aksi mogok kerja yang berlangsung di banyak fasilitas kesehatan.
Setelah upaya yang gagal untuk mendapatkan perawatan di rumah sakit-rumah sakit tersebut, akhirnya pria tersebut dibawa ke sebuah rumah sakit di Geoje pada pukul 04.46. Namun, pihak rumah sakit itu pun tidak dapat melakukan tindakan medis yang diperlukan karena keterbatasan staf. Akhirnya, dia baru dapat dirawat di rumah sakit di Busan pada pukul 08.53. Meskipun sudah mendapatkan perawatan, pria tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan dan meninggal dunia dua hari setelahnya.
Menyusul insiden tragis ini, Kementerian Kesehatan mengungkapkan bahwa mereka akan meminta pemerintah daerah untuk menyelidiki kasus tersebut secara menyeluruh. Penyidikan ini akan meliputi kondisi fisik pasien saat datang, tindakan yang diambil oleh setiap institusi medis yang terlibat, serta proses pemilihan rumah sakit dan pemindahan pasien.
Kementerian tersebut juga menegaskan bahwa mereka akan mempertimbangkan untuk melakukan penyelidikan internal jika dianggap perlu, dan berjanji untuk mengambil langkah-langkah yang tepat jika hasil penyelidikan menunjukkan adanya masalah. Situasi ini mencerminkan tantangan besar yang dihadapi sektor kesehatan di Korea Selatan.
Salah satu penyebab utama dari krisis ini adalah kekurangan tenaga medis yang dialami oleh rumah sakit di seluruh negeri. Hal ini terjadi sebagai akibat dari protes berbulan-bulan yang dilakukan oleh dokter dan tenaga medis lainnya terhadap rencana pemerintah yang dianggap akan mengurangi kualitas pendidikan medis dengan meningkatkan jumlah penerimaan mahasiswa di sekolah kedokteran.
Akibat dari aksi mogok ini, sejumlah pasien gawat darurat mengalami keterlambatan dalam penanganan medis, yang berujung pada kematian dan memburuknya kondisi mereka. Kasus ini telah menimbulkan kekhawatiran publik mengenai keselamatan dan kesejahteraan pasien di sistem kesehatan Korea Selatan, dan menunjukkan betapa pentingnya reformasi dalam manajemen sumber daya manusia di bidang kesehatan untuk mencegah insiden serupa di masa depan.