Dua Narapidana Terorisme di Ngawi Diberikan Pembebasan Bersyarat: Tanda Keberhasilan Program Deradikalisasi
Memo Bekasi – Dua narapidana yang terlibat dalam kasus terorisme, yang sedang menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Ngawi, Jawa Timur, baru saja mendapatkan pembebasan bersyarat. Keputusan ini diambil karena kedua narapidana tersebut, FM (39) asal Sidoarjo dan ES (56) dari Surabaya, telah menunjukkan perilaku baik selama menjalani masa hukuman mereka.
Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP) Ngawi, Widha Indra Kusumajaya, mengungkapkan bahwa keduanya telah menjalani hukuman yang dijatuhkan kepada mereka, yakni 4 tahun untuk FM dan 3,5 tahun untuk ES. Dengan catatan, mereka telah menjalani dua per tiga dari masa tahanan mereka, sehingga memenuhi syarat untuk mendapatkan pembebasan bersyarat.
Kedua narapidana tersebut dikenal sebagai anggota Jaringan Kelompok Jamaah Islamiyah dan telah mendekam di penjara sejak tahun 2021. Selama masa tahanan, mereka tidak hanya menjalani hukuman, tetapi juga terlibat dalam berbagai program pembinaan yang disediakan oleh pihak lapas. Program tersebut mencakup kegiatan keagamaan, konseling, deradikalisasi, dan pelatihan keterampilan yang bertujuan untuk mempersiapkan mereka kembali ke masyarakat.
Widha menekankan bahwa selama berada di dalam lapas, FM dan ES telah menunjukkan sikap yang baik dan telah berkomitmen untuk setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Meskipun mereka mendapatkan pembebasan bersyarat, keduanya masih diwajibkan untuk melakukan wajib lapor di Balai Pemasyarakatan (Bapas) Surabaya. Untuk itu, mereka juga harus mengurus surat pengawasan yang diperlukan di Kantor Kejaksaan Negeri Ngawi.
Pemberian pembebasan bersyarat ini menjadi salah satu bukti keberhasilan program deradikalisasi yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Ngawi. Program ini bertujuan untuk mengurangi risiko kembali ke kegiatan ekstrem dan membantu narapidana berintegrasi kembali ke dalam masyarakat. Widha berharap bahwa setelah dibebaskan, keduanya dapat berperan aktif dalam masyarakat dan menjauhi segala bentuk tindakan yang melanggar hukum serta norma sosial.
Sementara itu, selama proses pembebasan bersyarat, kedua narapidana tersebut mendapatkan pengawalan dari tim Densus 88 Mabes Polri untuk memastikan keamanan dan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku. Ini adalah langkah penting untuk mencegah potensi risiko yang mungkin timbul pasca-pembebasan.
Widha menegaskan pentingnya dukungan masyarakat dalam mendukung narapidana yang telah dibebaskan untuk dapat beradaptasi kembali. Masyarakat diharapkan dapat memberikan kesempatan bagi mereka untuk membuktikan diri dan menunjukkan bahwa mereka telah berubah. Selain itu, keberadaan program pembinaan di lapas juga diharapkan dapat menjadi contoh positif dalam penanganan narapidana kasus terorisme di Indonesia.
Dengan demikian, pembebasan bersyarat FM dan ES bukan hanya sekadar pemenuhan administratif, tetapi juga merupakan langkah awal bagi mereka untuk memulai kehidupan baru yang lebih baik dan produktif, jauh dari tindakan radikal dan terorisme.