Potensi Arkeoastronomi: Menggali Warisan Budaya dan Astronomi Indonesia
Memo Bekasi – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjelaskan potensi studi astronomi dalam memahami budaya masa lampau melalui pendekatan arkeoastronomi. Pendekatan ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara benda langit dan kebudayaan masyarakat di masa lalu, terutama mengingat Indonesia yang kaya akan warisan sejarah. Menurut Antonia Rahayu Rosaria Wibowo, peneliti di Pusat Riset Manuskrip, Literatur, dan Tradisi Lisan BRIN, arkeoastronomi memiliki potensi besar untuk memberikan pemahaman baru tentang peninggalan sejarah Indonesia, seperti candi, manuskrip, dan tradisi lisan yang berkaitan dengan langit.
Antonia menekankan bahwa banyak peninggalan sejarah di Indonesia mengandung informasi berharga tentang cara pandang nenek moyang terhadap langit. Oleh karena itu, arkeoastronomi sangat relevan untuk diterapkan di Indonesia. Dia menggambarkan Indonesia sebagai negara yang memiliki “bahan-bahan masakan yang melimpah,” di mana arkeoastronomi berfungsi sebagai alat atau “pisau” yang tepat untuk mengolah dan memahami kekayaan budaya ini.
Dalam rangka mengembangkan studi arkeoastronomi, Pusat Riset Antariksa BRIN bekerja sama dengan National Astronomical Research Institute of Thailand (NARIT) dan Program Studi Astronomi ITB untuk meneliti orientasi candi terhadap benda langit. Kolaborasi ini mencakup aspek teknis astroekonomi yang berfokus pada pemahaman hubungan antara candi dan astronomi. Selain itu, aspek budaya ditangani oleh Pusat Riset Manuskrip, Literatur, dan Tradisi Lisan BRIN, Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Warmadewa.
Salah satu kegiatan yang dilakukan dalam kerjasama ini adalah festival bulan purnama yang diselenggarakan di sekitar Candi Borobudur. Festival ini melibatkan masyarakat lokal, termasuk anak-anak, untuk ikut berpartisipasi dalam serangkaian kegiatan yang menarik. Dalam festival tersebut, diadakan ceramah dan diskusi tentang fenomena langit, pengamatan bulan dengan teleskop, serta permainan tradisional yang berhubungan dengan bulan purnama. Kegiatan meditasi purnama juga ditawarkan, yang memungkinkan peserta merasakan kedamaian dan koneksi dengan alam semesta.
Para peneliti dari Indonesia juga terlibat dalam diskusi dengan tim dari Thailand mengenai kalender Jawa dan Bali. Kerjasama ini tidak hanya berfokus pada aspek sains, tetapi juga mengedepankan kekayaan budaya Indonesia dalam konteks studi arkeoastronomi. Antonia menekankan bahwa dengan memperkuat kolaborasi antara sains dan budaya, Indonesia memiliki banyak potensi untuk menunjukkan kontribusi signifikan di tingkat internasional.
Seiring berkembangnya studi arkeoastronomi, Indonesia memiliki peluang untuk menjadi pusat kajian yang penting dalam memahami sejarah dan budaya, serta bagaimana nenek moyang memaknai langit. Antonia percaya bahwa jika Indonesia dapat lebih mengembangkan studi arkeoastronomi, maka negara ini akan mampu berperan lebih aktif di kancah internasional.
“Dengan kekayaan budaya dan sejarah yang kita miliki, kita punya banyak potensi untuk menunjukkan kontribusi signifikan di kancah internasional,” jelas Antonia, menegaskan pentingnya menjadikan arkeoastronomi sebagai bagian integral dari penelitian dan pengembangan budaya di Indonesia. Pendekatan ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang lebih dalam tentang bagaimana masyarakat masa lalu berinteraksi dengan langit dan menginterpretasikan fenomena astronomi dalam konteks kehidupan sehari-hari mereka.