Mengungkap Mafia Tanah: AHY Sebut Kerugian Rp3,6 Triliun di Jawa Barat
Memo Bekasi – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), baru-baru ini mengungkapkan dua kasus mafia tanah yang mengakibatkan kerugian negara dan masyarakat di Jawa Barat, mencapai lebih dari Rp3,6 triliun. Dalam konferensi pers di Bandung, AHY menjelaskan bahwa ini merupakan langkah penting dalam memberantas praktik mafia tanah yang merugikan masyarakat.
“Alhamdulillah, di penghujung masa pengabdian ini, kita tidak hanya berhasil mengungkap, tetapi juga menjelaskan secara jelas kepada publik mengenai kasus mafia tanah di Bandung, khususnya di Dago Elos,” ujar AHY, Jumat (17/10).
Dalam kasus pertama, AHY menyebutkan bahwa tindakan pidana pertanahan ini melibatkan seorang tersangka yang beroperasi di wilayah Pacet, Kabupaten Bandung. Modus operandi yang digunakan adalah pemalsuan surat dan penggelapan jasa pengurusan perizinan pembangunan perumahan. Kasus ini melibatkan rencana pembangunan perumahan sebanyak kurang lebih 264 unit, dengan kerugian yang ditaksir mencapai Rp51 miliar.
Sementara untuk kasus kedua, AHY menjelaskan bahwa dua tersangka di Dago Elos, Kota Bandung, terlibat dalam pemalsuan akta otentik. Mereka yang dikenal sebagai Muller bersaudara telah divonis penjara selama 3,5 tahun. Kerugian yang ditimbulkan dari tindakan mereka sangat signifikan, mencapai Rp3,6 triliun. “Ini menjadi perhatian besar bagi masyarakat di kawasan Dago Elos, yang sudah memperjuangkan hak mereka sejak 2016. Sebanyak 2.000 orang, termasuk 360 kepala keluarga, berharap untuk mendapatkan keadilan,” tambah AHY.
AHY juga mengungkapkan bahwa di tahun 2024, terdapat 98 kasus mafia tanah yang menjadi target operasi ATR/BPN. Dari jumlah tersebut, 43 kasus sudah memasuki tahap penetapan tersangka, baik dalam tahap P19 (berkas perkara dikembalikan untuk dilengkapi) maupun P21 (berkas perkara dinyatakan lengkap setelah penyidikan tambahan).
Di antara 98 kasus yang sedang berproses, terdapat 55 kasus yang telah masuk tahap P21, dengan total 165 orang sebagai tersangka. Luas objek tanah yang terlibat dalam kasus ini mencapai lebih dari 488 hektar, dengan potensi nilai kerugian yang dapat menembus lebih dari Rp41 triliun. AHY mencatat bahwa total kerugian ini meningkat signifikan setelah pengungkapan kasus tindak pidana pertanahan di Bekasi baru-baru ini.
Langkah yang diambil oleh AHY dan ATR/BPN dalam menangani kasus mafia tanah ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk mengatasi praktik ilegal yang merugikan masyarakat. Dengan adanya pengungkapan ini, diharapkan dapat memberi rasa aman bagi masyarakat terkait kepemilikan tanah mereka dan mendorong transparansi dalam pengelolaan pertanahan.
AHY menekankan pentingnya kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dan pihak berwenang untuk memberantas mafia tanah. “Keberhasilan dalam mengungkap kasus-kasus ini bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga membutuhkan dukungan dari masyarakat untuk melaporkan setiap praktik ilegal yang mereka temui,” pungkasnya.
Dengan upaya yang terus dilakukan, diharapkan bahwa kasus-kasus mafia tanah di Indonesia dapat diminimalisir, dan keadilan bagi masyarakat yang terdampak dapat segera terwujud.