Mahfud MD Tegaskan Kasus Korupsi Impor Gula Penuhi Dua Unsur Hukum meski Tanpa Bukti Aliran Dana
Memo Bekasi – Mahfud MD, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), menjelaskan bahwa kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong, atau yang lebih dikenal dengan nama Tom Lembong, terkait dengan impor gula pada tahun 2015-2016 telah memenuhi dua unsur hukum meskipun tidak ada bukti adanya aliran dana yang diterima oleh yang bersangkutan. Hal ini mencuat setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka dalam kasus ini.
Mahfud menanggapi anggapan di masyarakat yang menyatakan bahwa Tom Lembong tidak terlibat dalam tindakan korupsi karena tidak ada bukti adanya aliran dana yang masuk kepada dirinya. Menurut Mahfud, dalam hukum, tindakan korupsi tidak hanya diukur dari adanya aliran dana, tetapi juga mencakup tindakan yang memperkaya diri sendiri atau orang lain secara tidak sah. “Korupsi bukan hanya soal aliran dana, tetapi juga soal memperkaya diri atau orang lain dengan cara yang melanggar hukum,” kata Mahfud. Hal ini menegaskan bahwa meskipun tidak ada bukti langsung mengenai uang yang diterima, unsur korupsi tetap dapat dipenuhi jika seseorang mendapatkan keuntungan secara tidak wajar melalui pelanggaran hukum.
Menurut Mahfud, Kejagung telah berhasil memenuhi dua unsur yang diperlukan untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka korupsi. Unsur pertama adalah tindakan yang memperkaya diri atau orang lain dengan cara yang melanggar hukum, sedangkan unsur kedua adalah pelanggaran hukum yang terjadi akibat kebijakan atau tindakan yang diambil oleh pejabat terkait. Dalam kasus ini, Mahfud menegaskan bahwa Tom Lembong diduga melakukan tindakan yang dapat merugikan negara dan memperkaya diri sendiri atau pihak lain secara tidak sah melalui kebijakan impor gula yang diambilnya.
Mahfud juga menanggapi pendapat masyarakat yang beranggapan bahwa Tom Lembong dikriminalisasi karena kebijakan tersebut dilakukan oleh menteri sebelumnya dan tidak mendapatkan sanksi hukum. Ia mengakui bahwa ada anggapan semacam itu, namun ia menjelaskan bahwa kebijakan impor gula yang dilakukan Tom Lembong pada tahun 2016 tersebut tetap harus dipertanggungjawabkan meskipun kebijakan serupa dilakukan oleh menteri-menteri lainnya setelahnya, seperti Enggartiasto Lukita, Agus Suparmanto, dan Zulkifli Hasan. Mahfud menegaskan bahwa setiap kebijakan harus dievaluasi secara transparan dan sesuai dengan aturan hukum, tanpa memandang siapa yang melakukannya.
Sementara itu, Tom Lembong telah mengajukan permohonan praperadilan setelah penetapan status tersangkanya oleh Kejaksaan Agung. Tom Lembong merasa penetapan tersangka tersebut tidak sah dan menganggap bahwa prosedur hukum yang berlaku tidak dipenuhi dalam proses penetapannya. Kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, menjelaskan bahwa gugatan praperadilan ini mengajukan beberapa poin, di antaranya ketidakabsahan penetapan status tersangka dan penahanan yang dianggap tidak sah menurut hukum. Mereka berpendapat bahwa klien mereka tidak diberikan kesempatan untuk menunjuk penasihat hukum dan bahwa bukti permulaan yang ada tidak cukup untuk menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka.
Ari juga menyoroti masalah penahanan terhadap Tom Lembong yang dinilai tidak memiliki alasan hukum yang sah. Pihak Kejaksaan Agung masih terus melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait aliran dana yang terkait dengan kasus impor gula ini, dan ini menjadi fokus utama dalam penyidikan yang sedang berlangsung.
Kasus ini terus berkembang dengan berbagai dinamika hukum, dan masyarakat pun masih menunggu keputusan lebih lanjut mengenai proses hukum yang sedang berjalan.