Efektivitas Kenaikan Cukai Rokok dalam Mengurangi Prevalensi Perokok Anak di Indonesia
Memo Bekasi – Peningkatan harga rokok melalui kenaikan cukai setiap tahun merupakan salah satu langkah efektif untuk mengurangi konsumsi rokok, terutama di kalangan anak-anak dan remaja. Langkah ini juga berfungsi sebagai upaya untuk melindungi generasi muda dan masyarakat rentan dari dampak negatif merokok. Kebijakan tersebut diatur dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai, yang menetapkan cukai sebagai instrumen fiskal untuk mengendalikan konsumsi produk yang berpotensi membahayakan masyarakat, seperti produk tembakau.
Saat ini, cukai rokok di Indonesia, khususnya untuk produk sigaret kretek mesin (SKM), telah mencapai 51 persen dari harga jual eceran. Sementara itu, cukai untuk sigaret kretek tangan (SKT) masih rendah, berkisar antara 10 hingga 30 persen. Kenaikan cukai rokok bertujuan untuk mengendalikan konsumsi rokok, di samping juga berfungsi sebagai sumber penerimaan negara. Dengan meningkatnya harga rokok di pasar, diharapkan produk ini menjadi semakin sulit dijangkau oleh anak-anak dan masyarakat dengan status ekonomi rentan, seperti kelompok menengah bawah dan miskin.
Meskipun demikian, kenaikan cukai rokok belum sepenuhnya efektif dalam menurunkan prevalensi perokok anak secara signifikan. Data menunjukkan bahwa selama kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), prevalensi perokok anak hanya turun dari 9,1 persen menjadi 7,4 persen. Artinya, penurunan rata-rata per tahunnya hanya sebesar 0,17 persen, jauh dari target penurunan 1 persen per tahun.
Hasil survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan bahwa prevalensi perokok di kalangan anak-anak usia 10-18 tahun mencapai 7,4 persen dari total sekitar 70 juta perokok di Indonesia. Dari angka tersebut, sekitar 4,6 persen merokok setiap hari, sementara 2,8 persen merokok hanya sesekali. Data ini juga menunjukkan bahwa prevalensi perokok anak lebih tinggi di kalangan masyarakat dengan status ekonomi rendah. Anak-anak dari rumah tangga golongan ekonomi terbawah cenderung lebih rentan menjadi perokok, di mana orang tua mereka umumnya bekerja sebagai nelayan, petani, buruh, atau pekerja kasar lainnya.
Kondisi ini menggambarkan bahwa harga rokok masih cukup terjangkau bagi kelompok masyarakat rentan, terutama anak-anak dan remaja. Oleh karena itu, kenaikan harga rokok melalui peningkatan cukai tembakau menjadi penting untuk menekan aksesibilitas rokok di kalangan muda dan kelompok ekonomi rentan. Selain melindungi generasi muda, kebijakan ini juga bertujuan untuk menjaga kesejahteraan masyarakat kelas menengah bawah yang berpotensi jatuh ke dalam kemiskinan jika konsumsi rokok tidak dikendalikan.
Keberhasilan kebijakan ini menjadi sangat penting dalam pencapaian tujuan pembangunan jangka panjang Indonesia. Dengan bonus demografi yang diharapkan tercapai pada tahun 2045, pemerintah perlu memastikan bahwa generasi muda terbebas dari kebiasaan merokok, yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan dan produktivitas mereka di masa depan. Konsistensi dalam kenaikan cukai hasil tembakau menjadi salah satu instrumen penting untuk mencapai prevalensi perokok anak 0 persen di masa depan.
Menurut Bank Dunia, Indonesia memiliki lima kelas sosial: kelas miskin, kelas rentan, kelas menuju menengah, kelas menengah, dan kelas atas. Kelas rentan adalah kelompok yang berpenghasilan antara Rp354 ribu hingga Rp532 ribu per bulan per orang. Kelompok ini berada di atas garis kemiskinan, namun masih memiliki risiko besar untuk jatuh kembali ke kemiskinan. Masyarakat kelas menengah, dengan penghasilan antara Rp1,2 juta hingga Rp6 juta per bulan per orang, menjadi kelompok yang paling dominan di Indonesia dan berperan penting dalam perekonomian negara.
Pentingnya kebijakan kenaikan cukai rokok menjadi semakin jelas dalam menjaga stabilitas kelas menengah bawah, yang disebut “aspiring middle class.” Kebijakan fiskal yang tepat dapat mencegah masyarakat kelas menengah bawah terperosok ke dalam kemiskinan, serta menjaga mereka tetap stabil dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, pengendalian konsumsi rokok melalui kenaikan cukai juga membantu melindungi kesehatan masyarakat dan mengurangi beban negara terhadap biaya perawatan kesehatan terkait penyakit akibat rokok.
Oleh karena itu, integrasi kebijakan fiskal yang berfokus pada kenaikan cukai rokok dapat menjadi salah satu solusi jangka panjang untuk mengurangi kemiskinan ekstrem di Indonesia, menjaga kelas menengah bawah tetap bertahan, serta memastikan keberlanjutan pembangunan nasional.